Sunday, June 17, 2007

Ditulis 14 Juni 2007

Hiruk-pikuk pasar mewarnai waktuku.
Hilir-mudik mengisi pandanganku.
Ramai! Rusuh! Heboh!
Orang-orang terlalu berisik.
Derungan knalpot mobil dan motor terlalu ribut.
Teriakan trompet kendaraan bermotor memekik telinga.
Kabut karbon dioksida beracum berjejal-jejalan mengisi paru-paru.
DIAM! SEMUA DIAM!

Dengarkan detak jantung kalian. Bersyukurlah jikalau kamu masih bisa mendengarnya. Tandanya kamu masih hidup.
Aku bersyukur aku masih hidup.

Sekarang, coba dengarkan suara hatimu. Masihkah ia disana?
Hmm...Hening. Hei...hei...kemanakah dia?
Sunyi...Mungkin dia tertidur. Coba kuintip...
Hei...hei....tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Tak yakin juga, coba kulongok...Benar-benar sepi.
Dia tidak disana.

Aku....aku berdiri ditengah-tengah hamparan kosong hatiku...
Kenapa semuanya gersang? Tiada lagi taman penuh warna dan bunga. Semua mati!
Tiada lagi tabuhan lembut ombak bergulung-gulung. Kering!
Sekarang hanya ada tanah retak diterpa kemarau tak berkesudahan.
Sekarang hanya ada lautan kering yang kupikir tak akan pernah mengering.

Hai...hatiku hampir mati.
Aku tidak punya hati yang utuh lagi, karena dia telah membawa sebagian besar hati ini.
Aku berdoa supaya dia yang membawa hatiku tidak menyia-nyiakannya.
Aku berlutut di depan yang Maha Kuasa untuk keutuhan hatiku yang hancur untuk kedua kalinya.
Aku masih ingat rasa sakitnya, perihnya, pilunya dan dalamnya luka itu. Luka yang kupikir tak akan pernah kembali.
Ternyata aku salah besar! Dia kembali! Kali ini lebih dasyat.
Lalu apa yang harus kulakukan?
Sering aku terisak di kegelapan malam. Tanpa kata, tanpa kawan. Hanya aku dan air mataku.

Simfoni ini bukan untuk melagu...
Simfoni ini bukan untuk berdendang...
Simfoni ini simfoni buta nada.
Simfoni ini simfoni kekelaman hati ini.
Simfoni ini simfoni kegalauan hati ini.

.......

No comments: